Judul :Implikasi
Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perolehan
Manfaat Ekonomi
Penulis : Patiung Liling
Institusi : Universitas Atma
Jaya Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji tentang implikasi perlindungan hukum hak kekayaan
intelektual terhadap perolehan manfaat ekonomi.Pemilik HKI sebagai subyek
kreatif wajib memperoleh jaminan perlindungan hukum terhadap hasil karyanya.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum HKI adalah pemilik HKI dalam
melaksanakan haknya dilindungi secara hukum.Hak – hak ekonomi yang dimiliki
oleh pemilik apabila dilaksanakan dapat menghasilkan manfaat ekonomi. Hak-hak
tersebut meliputi hak memakai, memproduksi mengumumkan, memperbanyak, menjual,
mengimpor, mengekspor dan memberikan lisensi (izin) kepada pihak lain yang
ingin memanfaatkan kekayaan intelektual tersebut. Apabila terjadi pelanggaran,
maka Undang-undang HKI sebagai upaya preventif memberikan hak bagi pemilik HKI
untuk menuntut secara perdata, pidana atau administratif.Sanksi terhadap
pelanggar juga telah tercantum dalam masing-masing Undang-undang HKI yang
meliputi hak cipta, merek, paten, desain grafis, desain tata letak sirkuit
terpadu.Alasan mengapa pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi
dari hasil karyanya karena pemilik tidak menggunakan hak ekonomi yang
dimilikinya.Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut adalah biaya pembuatan
produk yang cukup tinggi, perizinan yang cukup sulit dan persaingan yang
tinggi.
Perlindungan
hukum dan manfaat ekonomi adalah dua hal yang esensial dari HKI.Pemilik HKI
sebagai subyek kreatif seharusnya memiliki kedua hal tersebut.
Kata kunci :
Perlindungan hukum HKI, manfaat ekonomi
Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan suatu
pembahasan yang penting berkaitan dengan perdagangan internasional dan
pembangunan ekonomi suatu negara. Karya-karya intelektual antara lain yang
meliputi ilmu pengetahuan, seni, sastra dan Inovasi teknologi mempengaruhi
pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. HKI dapat mendatangkan
kemakmuran bagi kehidupan masyarakat apabila hak tersebut telah dilindungi oleh
hukum.
HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan
kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak
umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam
menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi (M. Djumhana- R.
Djubaedillah, 2003:22).HKI sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya,
karsa, cipta manusia, atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaan yang
timbul karena kemampuan intelektualitas manusia.Hasil kreasi tersebut dalam
masyarakat diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang
menguntungkannya.Kreasi sebagai milik berdasarkan postulat hak milik dalam arti
seluas-luasnya yang juga meliputi milik yang tidak berwujud (R. Pound,
1982:118).
Salah satu bentuk standarisasi hukum HKI adalah
TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) yang
dibahas dalam putaran Uruguay.TRIPs merupakan kesepakatan internasional yang
paling lengkap berkenaan dengan perlindungan HKI (Long, 1998:249).TRIPs Agreement
juga mengadopsi konvensi-konvensi di bidang HKI yaitu Paris Convention dan
Berne Convention (dua konvensi utama di bidang copyright dan industrial
property) (Sardjono, 2009:5).Sejarah terbentuknya TRIPs menunjukkan bahwa
HKI mempunyai peranan penting dalam perdagangan khususnya untuk memperoleh
keuntungan ekonomi.Secara
normatif, tujuan TRIPs Agreement terdapat dalam artikel 7 yaitu untuk
memberi perlindungan HKI dan prosedur penegakan hukum dengan menerapkan tindakan-tindakan
yang menciptakan perdagangan
yang sehat, untuk memacu invensi baru di bidang teknologi dan memperlancar alih
teknologi serta penyebaran teknologi dengan tetap memperhatikan kepentingan
produsen dan pengguna pengetahuan yang dilakukan untuk menunjang kesejahteraan
sosial dan ekonomi, keseimbangan antara hak dan kewajiban.
HKI merupakan sebuah “hak” yang berkaitan erat
dengan persoalan ekonomi.HKI identik dengan komersialisasi karya
intelektual.Komersialisasi karya intelektual pada prinsipnya bertujuan untuk
menghasilkan manfaat ekonomi.Hal ini tidak terlepas dari latarbelakang lahirnya
Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs).Sistem
perlindungan hukum HKI di Indonesia setelah ratifikasi TRIPs Agreement dalam
WTO, mengalami beberapa perubahan, baik dari aspek paradigma (dari
lokal-nasional menjadi internasional global) maupun substansinya (semakin
terstandarisasi dalam bentuk standar minimum TRIPs Agreement, dikaitkan
dengan perdagangan).Perubahan tersebut merupakan pengaruh langsung dari
perjanjian internasional yang memiliki relevansi dengan persoalan HKI.
Beberapa bidang HKI yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia pasca TRIPs Agreement adalah
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman,
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor
31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 5
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mendekatkan HKI kepada masyarakat diantaranya sosialisasi undang-undang HKI,
seminar-seminar, lomba-lomba tentang HKI dan berbagai rangkaian kegiatan
lainnya. Hal lain yang terpenting juga adalah pemberian insentif diantaranya
dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perindustrian. Perlindungan hukum yang
telah diperoleh pemilik dapat memberikan rasa aman untuk mengembangkan hasil
karyanya sehingga pada akhirnya dapat memperoleh manfaat ekonomi. Pemilik yang
belum mendapatkan perlindungan hukum tidak akan merasa aman sepenuhnya dalam
memanfaatkan hasil karyanya tersebut karena adanya ancaman dari pihak lain.Perlindungan
hukum dan manfaat ekonomi merupakan dua hal yang idealnya diperoleh oleh
pemilik HKI namun dalam kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terjadi.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah berkaitan dengan
Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perolehan
Manfaat Ekonomi maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi pemilik HKI untuk perolehan
manfaat ekonomi?
b. Mengapa pemilik HKI tidak serta merta mendapatkan
manfaat ekonomi dari hasil karyanya tersebut?
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
belaka (S.Soekanto dan Sri Mamuji,1985). Penelitian ini menggunakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Implikasi perlindungan hukum HKI
terhadap manfaat ekonomi bagi Pemilik.
Beberapa hal positif dari penelitian normatif adalah
dengan melakukan analisa terhadap data sekunder, maka dapat diadakan penelitian
terhadap ruang lingkup bidang yang seluas-luasnya.Data sekunder dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk mengadakan penilaian terhadap hasil-hasil
penelitian yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yang
sesungguhnya. Penelitian terhadap data sekunder tidak terikat oleh waktu dan
tempat (S.Soekanto dan Sri Mamudji, 1979)
2.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan
undang-undang (statute approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani (Marzuki, 2005). Penelitian ini akan mengkaji implikasi
perlindungan hukum HKI terhadap manfaat ekonomi berdasarkan undang-undang atau
regulasi yang terkait.
3.
Data Penelitian
Sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang
bersifat autoratif, yang artinya bahan hukum yang memiliki otoritas.Bahan hukum
primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan Hakim (Peter Mahmud,
2005).Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perundang-undangan.
Bahan hukum primer yang digunakan terdiri atas :
·
Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
·
Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
·
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
·
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
·
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
·
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
·
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
·
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta
·
Undang-Undang
No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Penelitian, Pengembangan,
Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Hak Kekayaan Intelektual
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah prinsip-prinsip dasar
ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para ahli yang mempunyai kualifikasi
tinggi (Marzuki, 2005).Bahan hukum sekunder digunakan peneliti untuk
mendapatkan dan memperoleh data yang diperlukan, serta merupakan “petunjuk” bagi
peneliti untuk mendapatkan pengarahan dalam mencari dan memperoleh data yang
peneliti butuhkan. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah: pendapat
hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, internet, narasumber.
Bahan hukum sekunder juga diperoleh melalui
wawancara dengan narasumber yaitu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi
Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa
Yogyakarta, Ibu Dra. Rr. Sri Widyaningsih, SH., M.Hum, MA dan Kasubid Pelayanan
Hukum Umum Kantor WilayahKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak
Haryanto, SH.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang terdiri dari Kamus Hukum
dan Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dapat memberikan penjelasan maupun
petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder (S.Soekanto,
1983).
4.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui kegiatan:
a. Studi kepustakaan
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
sekunder adalah studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier (S.Soekanto, 2003).Cara yang digunakan adalah
mencari, memperoleh, menganalisis semua referensi berupa peraturan
perundang-undangan, pendapat para ahli dalam buku-buku, situs media internet,
narasumber, kamus, yang berkaitan dengan judul penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan metode yang dilakukan peneliti
untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data dengan
wawancara, dilakukan dengan cara melakukan tanya-jawab secara langsung kepada
narasumber. Narasumber yang diwawancarai adalah yaitu Kepala Divisi Pelayanan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Dra. Rr. Sri Widyaningsih, SH., M.Hum, MA dan
Kasubid Pelayanan Hukum Umum Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak Haryanto, SH. Wawancara dilakukan
berdasarkan pedoman wawancara yang dibuat agar terarah sesuai dengan data yang
ingin dituju.
5.
Metode Analisis Data dan Penarikan
Kesimpulan
Metode analisis bahan hukum yang digunakan adalah
analisis secara kualitatif yaitu analisis bahan hukum yang dimulai dengan
menelaah dan memberikan interpretasi atau penafsiran yang berdasarkan kerangka
teoritis dan kerangka konsepsional (Soekanto,1986). Data yang digunakan adalah
berbagai teori, data-data khusus, peraturan perundang-undangan dan wawancara
narasumber. Penelitian metode kualitatif akan menghasilkan data deskriptif
analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis atau lisan dan
juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang
utuh (S. Soekanto, 1985).
a. Bahan Hukum Primer
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan hukum HKI dan manfaat ekonomi bagi pemilik dikaji dalam penelitian
ini. Pengkajian dan pemahaman ini dilakukan dengan cara:
·
Deskripsi
Peraturan hukum tentang HKI dalam penelitian ini
dideskripsikan. Deskripsi akan difokuskan terhadap implikasi perlindungan hukum
HKI terhadap manfaat ekonomi bagi Pemilik. Pengkajian dan pemahaman ini
dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer.Deskripsi dilakukan untuk
memberikan gambaran tentang ketentuan hukum yang terdapat pada bahan hukum
primer tentang perlindungan hukum HKI, berdasarkan hukum positif berupa
peraturan perundang-undangan.
·
Sistematisasi
Sistematisasi dalam penelitian ini dilakukan secara
vertikal, antara Undang-undang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 yang menjamin hak kebebasan dan kepemilikan individu, Undang-undang Nomor
29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentangDesain Industri, Undang-undang Nomor 32 Tahun
2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang hak cipta, Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Hak
Kekayaan Intelektual
·
Interpretasi
hukum
Interpretasi hukum yang dilakukan dalam analisis
data bahan hukum primer, dilakukan dengan cara:
i.
Interpretasi
grammatikal, yaitu pemberian arti kepada suatu istilah sesuai
dengan bahasa
sehari-hari atau bahasa hukum
ii.
Interpretasi
sistematis yaitu pendasaran ketentuan berdasarkan pada sistem
aturan serta
mengartikan suatu ketentuan hukum.
iii.
Interpretasi
teleologi yaitu digunakan untuk memaknai suatu aturan hukum
yang
ditafsirkan berdasarkan tujuan pembuatan hukum tersebut serta apa yang
ingin dicapai
dalam masyarakat.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum dan bukan
hukum dideskripsikan dan diabstraksikan untuk mencari persamaan dan perbedaan.Bahan
hukum sekunder berupa pendapat hukum dan non hukum yang diperoleh dari berbagai
buku, teks, jurnal-jurnal, hasil penelitian, berupa tesis dan disertasi, karya
ilmiah, dan internet.Berbagai pendapat tersebut dideskripsikan untuk dipaparkan
persamaan dan perbedaannya.Pendapat dan doktrin yang mendukung analisis
permasalahan penelitian ini dipaparkan dengan mengemukakan dasar
argumentasinya. Argumentasi terhadap pendapat atau doktrin yang tidak sesuai
dengan pandangan peneliti juga akan dijabarkan secara sistematis (Johny
Ibrahim, 2011).
6.
Proses berpikir
Penarikan kesimpulan penelitian ini digunakan metode
berpikir deduktif.Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang bertolak
dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (aksiomatik) dan berakhir
pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.
Ringkasan Pembahasan
1.
Bentuk Perlindungan Hukum HKI
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak
perlindungan hukum bagi pemilik atas hasil kemampuan daya pikir kreatif yang
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang bermanfaat dalam
menunjang kehidupan manusia karena memiliki nilai ekonomis.HKI dapat dipandang
sebagai bentuk kompensasi atau dorongan untuk menghasilkan karya
kreatif.Kompensasi terkait dengan segala jerih payah yang telah dikeluarkan
oleh pemilik sehingga perlu mendapatkan imbalan yang pantas atas hasil usahanya
tersebut. Dorongan untuk menghasilkan karya kreatif terkait dengan jaminan
perlindungan hukum pemilik HKI dan manfaat ekonomi yang akan diperoleh setelah
mendapatkan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum HKI merupakan jaminan hak eklusif
yang dimiliki oleh subyek kreatif.Hak eksklusifitas merupakan kompensasi atas
semua upaya yang telah dikeluarkan atau dikorbankan oleh pemilik karya
intelektual tersebut.Pengeluaran mencakup biaya, waktu dan pengorbanan (Maskus,
2000:146).Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk jangka waktu dan dengan
syarat-syarat tertentu.Perlindungan hukum hanya diberikan kepada pencipta,
pendesain atau inventor yang dengan daya intelektualnya menghasilkan suatu
ciptaan, desain atau invensi orisinil yang sebelumnya belum ada.Perlindungan
hukum HKI ini mencakup keseimbangan antara hak dan kewajiban baik pemilik
maupun masyarakat yang menggunakan.
Perlindungan hukum HKI berkaitan erat dengan dua
sistem yang mengatur yaitu sistem konstitutif dan sistem deklaratif.Sistem
konstitutif merupakan sistem yang mengatur bahwa untuk mendapatkan perlindungan
hukum, maka karya harus didaftarkan.Sistem ini berlaku untuk paten, merek,
Desain industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, perlindungan varietas
tanaman.Justifikasi perlindungan hukum untuk sistem konstitutif adalah
sertifikat dari Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.Sistem deklaratif merupakan sistem yang mengatur bahwa pendaftaran
tidak wajib dilakukan untuk memperoleh perlindungan hukum karena perlindungan
hukum mulai ada ketika karya tersebut muncul.Sistem Deklaratif berlaku untuk
Hak cipta dan Rahasia Dagang.
Pada dasarnya tujuan dibuatnya aturan HKI adalah
perlindungan kepentingan pemilik.Kepentingan pemilik yang dimaksud adalah
manfaat ekonomi yang dapat diperoleh oleh pemilik.Perlindungan hukum HKI
merupakan jaminan bagi pemilik untuk memperoleh hak eksklusif terhadap hasil
karyanya.Perlindungan hukum memberikan jaminan kebebasan dan rasa aman terhadap
pemilik untuk berkreasi dan menggunakan hak eksklusif yang dimiliknya sehingga
dapat menghasilkan dan memberikan manfaat bagi dirinya dan bagi masyarakat.
2.
Upaya Pemerintah dalam meningkatkan
Pendaftaran HKI
Pemerintah Indonesia telah berupaya memotivasi
masyarakat untuk berkreasi dan meningkatkan jumlah pendaftar kekayaan
intelektual melalui beberapa Kementerian Negara yaitu Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Perindustrian. Salah satu program pemerintah untuk
mendorong masyarakat untuk menghasilkan suatu karya dan melakukan pendaftaran
HKI adalah pemberian insentif.Pengertian Insentif adalah pembiayaan pendaftaran
pengajuan permohonan HKI (Surat Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Nomor HKI- 54.OT.03.01 Tahun 2012) tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemberian Insentif Pendaftaran HKI. Bagi Sekolah Menengah, Perguruan Tinggi,
Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Warga Binaan Pemasyarakatan Tahun anggaran
2012).
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberikan insentif pendaftaran
untuk meningkatkan produktivitas para penghasil kreasi intelektual untuk
mengajukan permohonan Hak Kekayaan Intelektual (Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan
Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor HKI
54.OT.03.01 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemberian Insentif Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Bagi Sekolah Menengah,
Perguruan Tinggi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Warga Binaan Pemasyarakatan
Tahun anggaran 2012). Ruang Lingkup pemberian insentif adalah Hak Cipta, Desain
Industri, Paten dan Paten Sederhana dan Merek.Pemberian instentif secara khusus
diberikan kepada Sekolah, Perguruan Tinggi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil, warga
binaan permasyarakatan.Harapan yang muncul dari pemberian insentif adalah agar
semakin banyak masyarakat Indonesia yang mendaftarkan Kekayaan Intelektual
mereka sehingga dapat menyebabkan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
di pihak lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikaji
bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendaftaran
kekayaan intelektual melalui insentif merupakan suatu langkah yang tepat mengingat
bahwa biaya yang harus dikeluarkan pencipta/inventor untuk mendaftar cukup
mahal.
3.
Alasan Pemilik tidak serta-merta
mendapatkan manfaat ekonomi
Pemilik HKI yang menggunakan hak ekonominya dapat
serta-merta memperoleh manfaat ekonomi dari hasil karya mereka. Pemilik yang
tidak menggunakan hak ekonomi dan tidak membuat hasil karya dalam bentuk produk
di pasaran maka pemilik tidak akan mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil
karyanya tersebut. Konsekuensi yang dapat muncul adalah tidak hanya pemilik yang
gagal mendapatkan manfaat ekonomi tetapi juga masyarakat umum.Hal ini berarti
tujuan perlindungan hukum belum sepenuhnya berhasil karena hanya sebatas
melindungi tetapi belum dapat memberikan manfaat ekonomi.
Hak ekonomi pada masing-masing Undang-undang HKI
berbeda-beda misalnya pada hak cipta, hak ekonomi terdiri dari Hak ekonomi
terdiri dari hak reproduksi (Reproduction Right), hak adaptasi (adaptation
right), hak distribusi (distribution right), hak pertunjukan (performance
right), Hak penyiaran (broadcasting right), hak programa kabel (cablecasti
ng right), droit de suite, dan hak pinjam masyarakat (Public
Lending Right) (Djumhana 1997:65). Hak cipta merupakan kekayaan intelektual
yang dapat dieksploitasi hak-hak ekonominya maka dapat timbul hak untuk
mengalihkan kepemilikan atas Hak Cipta misalnya melalui penyerahan (Assignment),
atau lisensi penggunaan karya Hak Cipta.Hak ekonomi pada Paten hanya dua jenis,
yaitu berupa hak penggunaan sendiri dan penggunaan melalui lisensi tanpa
variasi lain. Hak ekonomi pada Merek juga terbatas hanya tiga jenis, yaitu hak
penggunaan sendiri, penggunaan melalui lisensi merek dagang dan lisensi merek
jasa, tanpa variasi lain.
Realitas yang terjadi adalah banyak pemilik HKI yang
tidak menggunakan hak ekonominya ketika mereka telah mendapatkan perlindungan
hukum.Hal ini menyebabkan pemilik HKI tidak serta-merta mendapatkan manfaat
ekonomi dari HKI yang dimilikinya.Manfaat ekonomi pada prinsipnya harus
dirasakan oleh pemilik dan masyarakat.Hal ini sejalan dengan teori
utilitarianisme yaitu suatu perbuatan dikatakan baik apabila memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.Perlindungan hukum tidak
dimaksudkan hanya memberikan jaminan secara hukum tetapi juga secara ekonomi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikaji
bahwa alasan-alasan yang menyebabkan pemilik tidak serta-merta mendapatkan
manfaat ekonomi adalah karena pemilik tidak menggunakan hak ekonomi yang
dimilikinya.Hal ini dapat disebabkan karena biaya pembuatan produk yang cukup tinggi,
izin pembuatan produk yang cukup sulit, persaingan yang tinggi, dan tidak
adanya lembaga yang memfasilitasi dan mengontrol. Beberapa alasan ini memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain yaitu apabila pemilik yang telah mengetahui
hak ekonomi yang dimilikinya namun tidak memiliki kemampuan keuangan yang cukup
dan tidak didukung pula oleh lembaga yang berwenang maka kekayaan intelektual
hanya mendapatkan perlindungan hukum dan tidak memperoleh manfaat ekonomi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan keseluruhan penelitian ini
yang berjudul Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual terhadap
Perolehan Manfaat Ekonomi maka dua hal yang dapat disimpulkan yaitu:
1. Bentuk perlindungan hukum HKI terhadap pemilik yaitu
dalam melaksanakan haknya, pemilik HKI dilindungi secara hukum. Hak-hak yang
dimiliki oleh pemilik antara lain hak memakai, memproduksi, mengumumkan,
memperbanyak, menjual, mengimpor, mengekspor dan memberikan lisensi (izin)
kepada pihak lain yang ingin memanfaatkan kekayaan intelektual tersebut.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual
kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak
(bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan
intelektual yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat
tertentu. Undang-undang HKI sebagai upaya preventif memberikan hak bagi pemilik
HKI untuk menuntut secara perdata, pidana atau administratif apabila terjadi
pelanggaran. Sanksi terhadap pelanggar juga telah tercantum dalam Undang-Undang
HKI.
2. Pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat
ekonomi dari HKI yang dimilikinya adalah karena pemilik HKI tersebut tidak
menggunakan hak ekonomi yang telah dimilikinya. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh banyak faktor misalnya biaya untuk memproduk kekayaan intelektual sangat
tinggi, izin dalam pembuatan produk yang cukup sulit, persaingan yang cukup
tinggi, tidak adanya lembaga yang memfasilitasi dan mengontrol agar kekayaan
intelektual tersebut dijadikan produk di pasaran. Realitas ini tentu tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan dari perlindungan hukum HKI itu yaitu untuk
memperoleh manfaat ekonomi.
Daftar Pustaka
Buku-Buku
Djumhana Muhamad, Djubaedillah, 2003, Hak
Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya
di Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Ibrahim Johnny,2005,Teori dan Metodologi
Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Publishing, Malang
Irawan Candra, 2011, Politik Hukum
Kekayaan Intelektual Indonesia, Mandar Maju, Bandung
Keraf Sonny, 1998, Etika Bisnis Tuntunan
dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta.
Long D. Estelle, “The Impact of Foreign
Investment on Indigenous Culture:
An Intellectual
Property Perspective”, North Caroline Journal of International Law and
Commercial
Regulation, (Vol. 21, Winter 1998).
Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum,
2005, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Pound R.,1982, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan
Drs. Mohamad Radjab), Cetakan
Ketiga, Jakarta,
Bharatara Karya Aksara. 22
Soekanto Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Penerbit:
Bina Cipta, Bandung.
Undang-undang
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement
Establishing the
World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia),
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak
cipta Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4220.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 241 Tambahan Lembaran Negara Republi Indonesia Nomor
4043
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2000 Nomor 242 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4044
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4046.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Desain
Industri Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor
243
Tahun 2001 Nomor
110 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor
109 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar