Rabu, 07 Juni 2017

Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perolehan Manfaat Ekonomi

Judul               :Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perolehan
   Manfaat Ekonomi
Penulis             :  Patiung Liling
Institusi           :  Universitas Atma Jaya Yogyakarta


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang implikasi perlindungan hukum hak kekayaan intelektual terhadap perolehan manfaat ekonomi.Pemilik HKI sebagai subyek kreatif wajib memperoleh jaminan perlindungan hukum terhadap hasil karyanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum HKI adalah pemilik HKI dalam melaksanakan haknya dilindungi secara hukum.Hak – hak ekonomi yang dimiliki oleh pemilik apabila dilaksanakan dapat menghasilkan manfaat ekonomi. Hak-hak tersebut meliputi hak memakai, memproduksi mengumumkan, memperbanyak, menjual, mengimpor, mengekspor dan memberikan lisensi (izin) kepada pihak lain yang ingin memanfaatkan kekayaan intelektual tersebut. Apabila terjadi pelanggaran, maka Undang-undang HKI sebagai upaya preventif memberikan hak bagi pemilik HKI untuk menuntut secara perdata, pidana atau administratif.Sanksi terhadap pelanggar juga telah tercantum dalam masing-masing Undang-undang HKI yang meliputi hak cipta, merek, paten, desain grafis, desain tata letak sirkuit terpadu.Alasan mengapa pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil karyanya karena pemilik tidak menggunakan hak ekonomi yang dimilikinya.Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut adalah biaya pembuatan produk yang cukup tinggi, perizinan yang cukup sulit dan persaingan yang tinggi.

Perlindungan hukum dan manfaat ekonomi adalah dua hal yang esensial dari HKI.Pemilik HKI sebagai subyek kreatif seharusnya memiliki kedua hal tersebut.

Kata kunci : Perlindungan hukum HKI, manfaat ekonomi




Pendahuluan

1.      Latar Belakang Masalah

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan suatu pembahasan yang penting berkaitan dengan perdagangan internasional dan pembangunan ekonomi suatu negara. Karya-karya intelektual antara lain yang meliputi ilmu pengetahuan, seni, sastra dan Inovasi teknologi mempengaruhi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. HKI dapat mendatangkan kemakmuran bagi kehidupan masyarakat apabila hak tersebut telah dilindungi oleh hukum.

HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi (M. Djumhana- R. Djubaedillah, 2003:22).HKI sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya, karsa, cipta manusia, atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektualitas manusia.Hasil kreasi tersebut dalam masyarakat diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkannya.Kreasi sebagai milik berdasarkan postulat hak milik dalam arti seluas-luasnya yang juga meliputi milik yang tidak berwujud (R. Pound, 1982:118).

Salah satu bentuk standarisasi hukum HKI adalah TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) yang dibahas dalam putaran Uruguay.TRIPs merupakan kesepakatan internasional yang paling lengkap berkenaan dengan perlindungan HKI (Long, 1998:249).TRIPs Agreement juga mengadopsi konvensi-konvensi di bidang HKI yaitu Paris Convention dan Berne Convention (dua konvensi utama di bidang copyright dan industrial property) (Sardjono, 2009:5).Sejarah terbentuknya TRIPs menunjukkan bahwa HKI mempunyai peranan penting dalam perdagangan khususnya untuk memperoleh keuntungan ekonomi.Secara normatif, tujuan TRIPs Agreement terdapat dalam artikel 7 yaitu untuk memberi perlindungan HKI dan prosedur penegakan hukum dengan menerapkan tindakan-tindakan yang menciptakan perdagangan yang sehat, untuk memacu invensi baru di bidang teknologi dan memperlancar alih teknologi serta penyebaran teknologi dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan yang dilakukan untuk menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi, keseimbangan antara hak dan kewajiban.

HKI merupakan sebuah “hak” yang berkaitan erat dengan persoalan ekonomi.HKI identik dengan komersialisasi karya intelektual.Komersialisasi karya intelektual pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan manfaat ekonomi.Hal ini tidak terlepas dari latarbelakang lahirnya Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs).Sistem perlindungan hukum HKI di Indonesia setelah ratifikasi TRIPs Agreement dalam WTO, mengalami beberapa perubahan, baik dari aspek paradigma (dari lokal-nasional menjadi internasional global) maupun substansinya (semakin terstandarisasi dalam bentuk standar minimum TRIPs Agreement, dikaitkan dengan perdagangan).Perubahan tersebut merupakan pengaruh langsung dari perjanjian internasional yang memiliki relevansi dengan persoalan HKI.

Beberapa bidang HKI yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pasca TRIPs Agreement adalah Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 5

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendekatkan HKI kepada masyarakat diantaranya sosialisasi undang-undang HKI, seminar-seminar, lomba-lomba tentang HKI dan berbagai rangkaian kegiatan lainnya. Hal lain yang terpenting juga adalah pemberian insentif diantaranya dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perindustrian. Perlindungan hukum yang telah diperoleh pemilik dapat memberikan rasa aman untuk mengembangkan hasil karyanya sehingga pada akhirnya dapat memperoleh manfaat ekonomi. Pemilik yang belum mendapatkan perlindungan hukum tidak akan merasa aman sepenuhnya dalam memanfaatkan hasil karyanya tersebut karena adanya ancaman dari pihak lain.Perlindungan hukum dan manfaat ekonomi merupakan dua hal yang idealnya diperoleh oleh pemilik HKI namun dalam kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terjadi.

2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah berkaitan dengan Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perolehan Manfaat Ekonomi maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi pemilik HKI untuk perolehan manfaat ekonomi?
b. Mengapa pemilik HKI tidak serta merta mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil karyanya tersebut?




Metode Penelitian

1.      Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka (S.Soekanto dan Sri Mamuji,1985). Penelitian ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Implikasi perlindungan hukum HKI terhadap manfaat ekonomi bagi Pemilik.

Beberapa hal positif dari penelitian normatif adalah dengan melakukan analisa terhadap data sekunder, maka dapat diadakan penelitian terhadap ruang lingkup bidang yang seluas-luasnya.Data sekunder dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mengadakan penilaian terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yang sesungguhnya. Penelitian terhadap data sekunder tidak terikat oleh waktu dan tempat (S.Soekanto dan Sri Mamudji, 1979)

2.      Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Marzuki, 2005). Penelitian ini akan mengkaji implikasi perlindungan hukum HKI terhadap manfaat ekonomi berdasarkan undang-undang atau regulasi yang terkait.

3.      Data Penelitian

Sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a.       Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif, yang artinya bahan hukum yang memiliki otoritas.Bahan hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan Hakim (Peter Mahmud, 2005).Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah perundang-undangan.



Bahan hukum primer yang digunakan terdiri atas :
·         Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
·         Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
·         Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
·         Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
·         Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
·         Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
·         Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
·         Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta
·         Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Hak Kekayaan Intelektual

b.      Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para ahli yang mempunyai kualifikasi tinggi (Marzuki, 2005).Bahan hukum sekunder digunakan peneliti untuk mendapatkan dan memperoleh data yang diperlukan, serta merupakan “petunjuk” bagi peneliti untuk mendapatkan pengarahan dalam mencari dan memperoleh data yang peneliti butuhkan. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah: pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, internet, narasumber.

Bahan hukum sekunder juga diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yaitu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Dra. Rr. Sri Widyaningsih, SH., M.Hum, MA dan Kasubid Pelayanan Hukum Umum Kantor WilayahKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak Haryanto, SH.

c.       Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang terdiri dari Kamus Hukum dan Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dapat memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder (S.Soekanto, 1983).

4.      Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui kegiatan:

a.       Studi kepustakaan
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data sekunder adalah studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (S.Soekanto, 2003).Cara yang digunakan adalah mencari, memperoleh, menganalisis semua referensi berupa peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli dalam buku-buku, situs media internet, narasumber, kamus, yang berkaitan dengan judul penelitian.

b.      Wawancara
Wawancara merupakan metode yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data dengan wawancara, dilakukan dengan cara melakukan tanya-jawab secara langsung kepada narasumber. Narasumber yang diwawancarai adalah yaitu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Dra. Rr. Sri Widyaningsih, SH., M.Hum, MA dan Kasubid Pelayanan Hukum Umum Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak Haryanto, SH. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang dibuat agar terarah sesuai dengan data yang ingin dituju.

5.      Metode Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

Metode analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisis secara kualitatif yaitu analisis bahan hukum yang dimulai dengan menelaah dan memberikan interpretasi atau penafsiran yang berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konsepsional (Soekanto,1986). Data yang digunakan adalah berbagai teori, data-data khusus, peraturan perundang-undangan dan wawancara narasumber. Penelitian metode kualitatif akan menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (S. Soekanto, 1985).

a.       Bahan Hukum Primer
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum HKI dan manfaat ekonomi bagi pemilik dikaji dalam penelitian ini. Pengkajian dan pemahaman ini dilakukan dengan cara:

·         Deskripsi
Peraturan hukum tentang HKI dalam penelitian ini dideskripsikan. Deskripsi akan difokuskan terhadap implikasi perlindungan hukum HKI terhadap manfaat ekonomi bagi Pemilik. Pengkajian dan pemahaman ini dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer.Deskripsi dilakukan untuk memberikan gambaran tentang ketentuan hukum yang terdapat pada bahan hukum primer tentang perlindungan hukum HKI, berdasarkan hukum positif berupa peraturan perundang-undangan.


·         Sistematisasi
Sistematisasi dalam penelitian ini dilakukan secara vertikal, antara Undang-undang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menjamin hak kebebasan dan kepemilikan individu, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentangDesain Industri, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Hak Kekayaan Intelektual

·         Interpretasi hukum
Interpretasi hukum yang dilakukan dalam analisis data bahan hukum primer, dilakukan dengan cara:
                                i.            Interpretasi grammatikal, yaitu pemberian arti kepada suatu istilah sesuai
dengan bahasa sehari-hari atau bahasa hukum
                              ii.            Interpretasi sistematis yaitu pendasaran ketentuan berdasarkan pada sistem    
aturan serta mengartikan suatu ketentuan hukum.
                            iii.            Interpretasi teleologi yaitu digunakan untuk memaknai suatu aturan hukum  
yang ditafsirkan berdasarkan tujuan pembuatan hukum tersebut serta apa yang
ingin dicapai dalam masyarakat.

b.      Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum dan bukan hukum dideskripsikan dan diabstraksikan untuk mencari persamaan dan perbedaan.Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum dan non hukum yang diperoleh dari berbagai buku, teks, jurnal-jurnal, hasil penelitian, berupa tesis dan disertasi, karya ilmiah, dan internet.Berbagai pendapat tersebut dideskripsikan untuk dipaparkan persamaan dan perbedaannya.Pendapat dan doktrin yang mendukung analisis permasalahan penelitian ini dipaparkan dengan mengemukakan dasar argumentasinya. Argumentasi terhadap pendapat atau doktrin yang tidak sesuai dengan pandangan peneliti juga akan dijabarkan secara sistematis (Johny Ibrahim, 2011).

6.      Proses berpikir

Penarikan kesimpulan penelitian ini digunakan metode berpikir deduktif.Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (aksiomatik) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.

Ringkasan Pembahasan

1.      Bentuk Perlindungan Hukum HKI

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak perlindungan hukum bagi pemilik atas hasil kemampuan daya pikir kreatif yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang bermanfaat dalam menunjang kehidupan manusia karena memiliki nilai ekonomis.HKI dapat dipandang sebagai bentuk kompensasi atau dorongan untuk menghasilkan karya kreatif.Kompensasi terkait dengan segala jerih payah yang telah dikeluarkan oleh pemilik sehingga perlu mendapatkan imbalan yang pantas atas hasil usahanya tersebut. Dorongan untuk menghasilkan karya kreatif terkait dengan jaminan perlindungan hukum pemilik HKI dan manfaat ekonomi yang akan diperoleh setelah mendapatkan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum HKI merupakan jaminan hak eklusif yang dimiliki oleh subyek kreatif.Hak eksklusifitas merupakan kompensasi atas semua upaya yang telah dikeluarkan atau dikorbankan oleh pemilik karya intelektual tersebut.Pengeluaran mencakup biaya, waktu dan pengorbanan (Maskus, 2000:146).Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk jangka waktu dan dengan syarat-syarat tertentu.Perlindungan hukum hanya diberikan kepada pencipta, pendesain atau inventor yang dengan daya intelektualnya menghasilkan suatu ciptaan, desain atau invensi orisinil yang sebelumnya belum ada.Perlindungan hukum HKI ini mencakup keseimbangan antara hak dan kewajiban baik pemilik maupun masyarakat yang menggunakan.

Perlindungan hukum HKI berkaitan erat dengan dua sistem yang mengatur yaitu sistem konstitutif dan sistem deklaratif.Sistem konstitutif merupakan sistem yang mengatur bahwa untuk mendapatkan perlindungan hukum, maka karya harus didaftarkan.Sistem ini berlaku untuk paten, merek, Desain industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, perlindungan varietas tanaman.Justifikasi perlindungan hukum untuk sistem konstitutif adalah sertifikat dari Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.Sistem deklaratif merupakan sistem yang mengatur bahwa pendaftaran tidak wajib dilakukan untuk memperoleh perlindungan hukum karena perlindungan hukum mulai ada ketika karya tersebut muncul.Sistem Deklaratif berlaku untuk Hak cipta dan Rahasia Dagang.

Pada dasarnya tujuan dibuatnya aturan HKI adalah perlindungan kepentingan pemilik.Kepentingan pemilik yang dimaksud adalah manfaat ekonomi yang dapat diperoleh oleh pemilik.Perlindungan hukum HKI merupakan jaminan bagi pemilik untuk memperoleh hak eksklusif terhadap hasil karyanya.Perlindungan hukum memberikan jaminan kebebasan dan rasa aman terhadap pemilik untuk berkreasi dan menggunakan hak eksklusif yang dimiliknya sehingga dapat menghasilkan dan memberikan manfaat bagi dirinya dan bagi masyarakat.




2.      Upaya Pemerintah dalam meningkatkan Pendaftaran HKI

Pemerintah Indonesia telah berupaya memotivasi masyarakat untuk berkreasi dan meningkatkan jumlah pendaftar kekayaan intelektual melalui beberapa Kementerian Negara yaitu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian. Salah satu program pemerintah untuk mendorong masyarakat untuk menghasilkan suatu karya dan melakukan pendaftaran HKI adalah pemberian insentif.Pengertian Insentif adalah pembiayaan pendaftaran pengajuan permohonan HKI (Surat Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor HKI- 54.OT.03.01 Tahun 2012) tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Insentif Pendaftaran HKI. Bagi Sekolah Menengah, Perguruan Tinggi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Warga Binaan Pemasyarakatan Tahun anggaran 2012).

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberikan insentif pendaftaran untuk meningkatkan produktivitas para penghasil kreasi intelektual untuk mengajukan permohonan Hak Kekayaan Intelektual (Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor HKI
54.OT.03.01 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Insentif Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Bagi Sekolah Menengah, Perguruan Tinggi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Warga Binaan Pemasyarakatan Tahun anggaran 2012). Ruang Lingkup pemberian insentif adalah Hak Cipta, Desain Industri, Paten dan Paten Sederhana dan Merek.Pemberian instentif secara khusus diberikan kepada Sekolah, Perguruan Tinggi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil, warga binaan permasyarakatan.Harapan yang muncul dari pemberian insentif adalah agar semakin banyak masyarakat Indonesia yang mendaftarkan Kekayaan Intelektual mereka sehingga dapat menyebabkan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di pihak lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikaji bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendaftaran kekayaan intelektual melalui insentif merupakan suatu langkah yang tepat mengingat bahwa biaya yang harus dikeluarkan pencipta/inventor untuk mendaftar cukup mahal.

3.      Alasan Pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi

Pemilik HKI yang menggunakan hak ekonominya dapat serta-merta memperoleh manfaat ekonomi dari hasil karya mereka. Pemilik yang tidak menggunakan hak ekonomi dan tidak membuat hasil karya dalam bentuk produk di pasaran maka pemilik tidak akan mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil karyanya tersebut. Konsekuensi yang dapat muncul adalah tidak hanya pemilik yang gagal mendapatkan manfaat ekonomi tetapi juga masyarakat umum.Hal ini berarti tujuan perlindungan hukum belum sepenuhnya berhasil karena hanya sebatas melindungi tetapi belum dapat memberikan manfaat ekonomi.

Hak ekonomi pada masing-masing Undang-undang HKI berbeda-beda misalnya pada hak cipta, hak ekonomi terdiri dari Hak ekonomi terdiri dari hak reproduksi (Reproduction Right), hak adaptasi (adaptation right), hak distribusi (distribution right), hak pertunjukan (performance right), Hak penyiaran (broadcasting right), hak programa kabel (cablecasti ng right), droit de suite, dan hak pinjam masyarakat (Public Lending Right) (Djumhana 1997:65). Hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang dapat dieksploitasi hak-hak ekonominya maka dapat timbul hak untuk mengalihkan kepemilikan atas Hak Cipta misalnya melalui penyerahan (Assignment), atau lisensi penggunaan karya Hak Cipta.Hak ekonomi pada Paten hanya dua jenis, yaitu berupa hak penggunaan sendiri dan penggunaan melalui lisensi tanpa variasi lain. Hak ekonomi pada Merek juga terbatas hanya tiga jenis, yaitu hak penggunaan sendiri, penggunaan melalui lisensi merek dagang dan lisensi merek jasa, tanpa variasi lain.

Realitas yang terjadi adalah banyak pemilik HKI yang tidak menggunakan hak ekonominya ketika mereka telah mendapatkan perlindungan hukum.Hal ini menyebabkan pemilik HKI tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi dari HKI yang dimilikinya.Manfaat ekonomi pada prinsipnya harus dirasakan oleh pemilik dan masyarakat.Hal ini sejalan dengan teori utilitarianisme yaitu suatu perbuatan dikatakan baik apabila memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.Perlindungan hukum tidak dimaksudkan hanya memberikan jaminan secara hukum tetapi juga secara ekonomi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikaji bahwa alasan-alasan yang menyebabkan pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi adalah karena pemilik tidak menggunakan hak ekonomi yang dimilikinya.Hal ini dapat disebabkan karena biaya pembuatan produk yang cukup tinggi, izin pembuatan produk yang cukup sulit, persaingan yang tinggi, dan tidak adanya lembaga yang memfasilitasi dan mengontrol. Beberapa alasan ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lain yaitu apabila pemilik yang telah mengetahui hak ekonomi yang dimilikinya namun tidak memiliki kemampuan keuangan yang cukup dan tidak didukung pula oleh lembaga yang berwenang maka kekayaan intelektual hanya mendapatkan perlindungan hukum dan tidak memperoleh manfaat ekonomi.






Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan keseluruhan penelitian ini yang berjudul Implikasi Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual terhadap Perolehan Manfaat Ekonomi maka dua hal yang dapat disimpulkan yaitu:

1.      Bentuk perlindungan hukum HKI terhadap pemilik yaitu dalam melaksanakan haknya, pemilik HKI dilindungi secara hukum. Hak-hak yang dimiliki oleh pemilik antara lain hak memakai, memproduksi, mengumumkan, memperbanyak, menjual, mengimpor, mengekspor dan memberikan lisensi (izin) kepada pihak lain yang ingin memanfaatkan kekayaan intelektual tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Undang-undang HKI sebagai upaya preventif memberikan hak bagi pemilik HKI untuk menuntut secara perdata, pidana atau administratif apabila terjadi pelanggaran. Sanksi terhadap pelanggar juga telah tercantum dalam Undang-Undang HKI.

2.      Pemilik tidak serta-merta mendapatkan manfaat ekonomi dari HKI yang dimilikinya adalah karena pemilik HKI tersebut tidak menggunakan hak ekonomi yang telah dimilikinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor misalnya biaya untuk memproduk kekayaan intelektual sangat tinggi, izin dalam pembuatan produk yang cukup sulit, persaingan yang cukup tinggi, tidak adanya lembaga yang memfasilitasi dan mengontrol agar kekayaan intelektual tersebut dijadikan produk di pasaran. Realitas ini tentu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari perlindungan hukum HKI itu yaitu untuk memperoleh manfaat ekonomi.




Daftar Pustaka

Buku-Buku
Djumhana Muhamad, Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya
di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ibrahim Johnny,2005,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Publishing, Malang
Irawan Candra, 2011, Politik Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia, Mandar Maju, Bandung
Keraf Sonny, 1998, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta.
Long D. Estelle, “The Impact of Foreign Investment on Indigenous Culture:
An Intellectual Property Perspective”, North Caroline Journal of International Law and
Commercial Regulation, (Vol. 21, Winter 1998).
Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, 2005, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Pound R.,1982, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan Drs. Mohamad  Radjab), Cetakan
Ketiga, Jakarta, Bharatara Karya Aksara. 22
Soekanto Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Penerbit: Bina Cipta, Bandung.

Undang-undang
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241 Tambahan Lembaran Negara Republi Indonesia Nomor 4043
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 242 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4044
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4046.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Desain Industri Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 243
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 110 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 109 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130



Tidak ada komentar:

Posting Komentar